Facebook
RSS

BioInformatika: Perkembangan, Disiplin Ilmu dan Penerapannya di Indonesia.

-
Indra Aris Hermawan

Nama            : Indra Aris Hermawan
NPM             : 53410510
Kelas             : 4 IA 09



BIOINFORMATIKA:

Perkembangan, Disiplin Ilmu dan
Penerapannya di Indonesia




Dwi Astuti Aprijani
M. Abdushshomad Elfaizi




Lisensi

Hak Cipta © 2004 oleh M. Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti Aprijani

Silakan menyalin, mengedarkan, dan/atau, memodifikasi bagian dari dokumen

$Revision: 1.1.0.0 $ yang dikarang oleh M. Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti Aprijani, sesuai dengan ketentuan "GNU Free Documentation License versi 1.1" atau versi selanjutnya dari FSF (Free Software Foundation); tanpa bagian "Invariant", tanpa teks "Halaman Judul", dan tanpa teks "Halaman Sampul Belakang". Salinan lengkap dari lisensi tersebut dapat dilihat di http://www.gnu.org/copyleft/fdl.html. Ketentuan ini TIDAK berlaku untuk bagian dan/atau kutipan yang bukan dikarang oleh M. Abdushshomad Elfaizi dan Dwi Astuti Aprijani.


Abstrak

Bioinformatika merupakan kajian yang memadukan disiplin biologi molekul, matematika dan teknik informasi (TI). Ilmu ini didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi molekul.  Biologi molekul  sendiri  juga merupakan  bidang  interdisipliner,  mempelajari kehidupan dalam level molekul.
Mula-mula bidang kajian ini muncul atas inisiatif para ahli biologi molekul dan ahli  statistik, berdasarkan pola pikir bahwa semua gejala yang ada di alam ini bisa dibuat secara artificial melalui simulasi dari data-data yang ada. Pada bidang Bioinformatika, data-data atau tindak-tanduk gejala genetika menjadi inti pembentukan simulasi.
Pada saat ini, Bioinformatika ini mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya adalah untuk manajemen data-data biologi molekul, terutama sekuen DNA dan informasi genetika . Perangkat utama Bioinformatika adalah software dan didukung oleh kesediaan internet.
Bioinformatika mempunyai peluang yang sangat besar untuk berkembang karena banyak  sekali  cabang-cabang  ilmu  yang  terkait  dengannya.  Namun  sayangnya  di Indonesia sendiri Bioinformatika masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Di kalangan peneliti biologi, mungkin hanya para peneliti biologi molekul yang mengikuti perkembangannya karena keharusan menggunakan perangkat-perangkat Bioinformatika untuk analisa data. Sementara di kalangan TI --mengingat kuatnya disiplin biologi yang menjadi  pendukungnya--  kajian ini juga masih kurang  mendapat  perhatian.  Paper ini bertujuan untuk lebih mengenalkan Bioinformatika di kalangan TI dan masyarakat luas.


Keyword: bioinformatika, genom, sekuen,  teknik informasi (TI).








PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Sejarah

Penetrasi Teknologi Informasi (TI) dalam berbagai disiplin ilmu telah melipatgandakan perkembangan ilmu bersangkutan. Berbagai kajian baru bermunculan, sejalan  dengan  perkembangan  TI  itu  sendiri  dan  disiplin  ilmu  yang  didukungnya. Aplikasi  TI  dalam  bidang  biologi  molekul  telah  melahirkan  bidang  Bioinformatika. Kajian ini semakin penting, sebab perkembangannya telah mendorong kemajuan bioteknologi  di  satu  sisi,  dan  pada  sisi  lain  memberi  efek  domino  pada  bidang kedokteran, farmasi, lingkungan dan lainnya.
Kajian baru Bioinformatika ini tak lepas dari perkembangan biologi molekul modern yang ditandai dengan kemampuan manusia untuk memahami genom, yaitu cetak biru informasi genetik yang menentukan sifat setiap makhluk hidup yang disandi dalam bentuk pita molekul DNA (asam deoksiribonukleat). Kemampuan untuk memahami dan memanipulasi  kode  genetik  DNA  ini  sangat  didukung  oleh  TI  melalui  perangkat perangkat keras maupun lunak. Hal ini bisa dilihat pada upaya Celera Genomics, perusahaan  bioteknologi  Amerika  Serikat  yang melakukan  pembacaan  sekuen  genom manusia yang secara maksimal memanfaatkan TI sehingga bisa melakukan pekerjaannya dalam waktu yang singkat (hanya beberapa tahun), dibanding usaha konsorsium lembaga riset publik AS, Eropa, dan lain-lain, yang memakan waktu lebih dari 10 tahun.
Kelahiran Bioinformatika modern tak lepas dari perkembangan bioteknologi di era tahun 70-an, dimana seorang ilmuwan AS melakukan inovasi dalam mengembangkan teknologi  DNA  rekombinan.  Berkat  penemuan  ini  lahirlah  perusahaan  bioteknologi pertama di dunia, yaitu Genentech di AS, yang kemudian memproduksi protein hormon insulin dalam bakteri, yang dibutuhkan penderita diabetes. Selama ini insulin hanya bisa didapatkan dalam jumlah sangat terbatas dari organ pankreas sapi.
Bioteknologi modern ditandai dengan kemampuan pada manipulasi DNA. Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein disebut gen. Gen ditranskripsikan menjadi mRNA, kemudian mRNA ditranslasikan menjadi protein. Protein sebagai produk akhir bertugas menunjang seluruh proses kehidupan, antara lain sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh (disebut enzim), berperan serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dan lain-lain (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki (otot terbentuk dari protein actin, myosin, dan sebagainya) sampai ujung rambut (rambut tersusun dari protein keratin), dan lain-lain. Arus informasi, DNA -> RNA -> Protein, inilah yang disebut sentral dogma dalam biologi molekul.
Sekuen DNA satu organisme, yaitu pada sejenis virus yang memiliki kurang lebih

5.000 nukleotida/molekul DNA atau sekitar 11 gen, berhasil dibaca secara menyeluruh pada tahun 1977. Sekuen seluruh DNA manusia terdiri dari 3 milyar nukleotida yang menyusun 100.000 gen dapat dipetakan dalam waktu 3 tahun. Saat ini terdapat milyaran data nukleotida yang tersimpan dalam database DNA, GenBank di AS yang didirikan tahun  1982.  Di  Indonesia,  ada  Lembaga  Biologi  Molekul  Eijkman  yang  terletak  di Jakarta.  Di  sini  kita  bisa  membaca  sekuen  sekitar  500  nukleotida  hanya  dengan membayar $15. Trend yang sama juga nampak pada database lain seperti database sekuen asam amino penyusun  proteindatabase  struktur 3D protein, dan sebagainya.  Inovasi teknologi DNA chip yang dipelopori oleh perusahaan bioteknologi AS, Affymetrix di Silicon Valley telah mendorong munculnya database baru mengenai RNA.
Desakan kebutuhan untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa data-data biologis dari database DNA, RNA maupun protein inilah yang semakin memacu perkembangan kajian Bioinformatika.

1.2. Contoh-contoh Penggunaan


1.2.1. Bioinformatika dalam Bidang Klinis

Bioinformatika dalam bidang klinis sering disebut sebagai informatika klinis (clinical informatics). Aplikasi dari informatika klinis ini berbentuk manajemen data-data klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh Clement  J. McDonald  dari Indiana  University  School  of Medicine  pada tahun  1972. McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula (diabetes).  Sekarang  EMR  ini teladiaplikasikan  pada  berbagai  penyakit.  Datyang disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto rontgen,  ukuran  detak  jantung,  dan  lain  lain.  Dengan  data  ini  dokter  akan  bisa menentukan obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu dan lebih jauh lagi, dengan dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetik seseorang, sehingga penanganan terhadap pasien menjadi lebih akurat.

1.2.2. Bioinformatika untuk Identifikasi Agent Penyakit Baru

Bioinformatika  juga  menyediakan  tool  yang  sangat  penting  untuk  identifikasi agent  penyakit  yang  belum  dikenal  penyebabnya.  Banyak  sekali  penyakit  baryang muncul dalam  dekade  ini, dan diantaranya  yang masih  hangat  adalah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).
Pada awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh virus influenza karena gejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi ternyata dugaan ini salah karena virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkirakan lain penyakit ini disebabkan oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari beberapa pasien. Tapi perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari sebagian besar pasien SARS terisolasi virus Corona jika dilihat dari morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisa dikonfirmasikan  bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah berubah (mutasi) dari virus Corona yang ada selama ini.
Dalam rentetan proses ini, Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada  proses  pembacaan  genom  virus  Corona.  Karena  ddatabase  seperti  GenBank, EMBL (European Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) sudah tersedia data sekuen beberapa virus Corona, yang bisa digunakan untuk mendisain primer  yang  digunakan  untuk  amplifikasi  DNA  virus  SARS  ini.  Software  untuk mendisain primer juga tersedia, baik yang gratis maupun yang komersial. Contoh yang gratis adalah Webprimer yang disediakan oleh Stanford Genomic Resources (http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang disediakan oleh Cybergene AB (http://www.cybergene.se/primerdisain/genewalker),  dan lain sebagainya. Untuk yang komersial ada Primer Disainer yang dikembangkan oleh Scientific  Education  Software,  dan  software-software  untuk  analisa  DNA  lainnya seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.), Genetyx (GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dan lain lain.

Kedua pada proses mencari kemiripan sekuen (homology alignment) virus yang didapatkan dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom virus Corona penyebab SARS berbeda dengan virus Corona lainnya. Perbedaan ini diketahui   dengan   menggunakan   homology   alignmen dari   sekuen   virus   SARS. Selanjutnya, Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus berbeda dengan virus lainnya.

1.2.3. Bioinformatika untuk Diagnosa Penyakit Baru

Untuk menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk pemberian obat dan perawatan yang tepat bagi pasien.
Ada beberapa cara untuk mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Teknik yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini sederhana, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah disain primer untuk amplifikasi DNA, yang memerlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Disinilah Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription  (proses  sintesa  DNA  dari  RNA)  terlebih  dahulu  dengan  menggunakan enzim reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR.
Teknik PCR ini bersifat kualitatif, oleh sebab itu sejak beberapa tahun yang lalu dikembangkan teknik lain, yaitu Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan probe yang harus didisain sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau program Bioinformatika.






1.2.4. Bioinformatika untuk Penemuan Obat

Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena perkembangbiakan  agent tersebut  dipengaruhi  oleh banyak faktor,  maka faktor-faktor inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk perkembangbiakan suatu agent Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang dapat menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa  struktur  dan fungsi enzim ini dilakukan  dengan cara mengganti  asam amino  tertentu  dan  menguji  efeknya.  Analisa  penggantian  asam  amino  ini  dahulu dilakukan secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik data sekuen asam amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT (http://www.ebi.ac.uk/swissprot/) maupun struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data Bank (PDB) (http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang baru ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan kestabilan enzim tersebut.
Setelah  asaamino  yanberperan  sebagai  active  site  dan  kestabilan  enzim tersebut  ditemukan,  kemudian  dicari  atau  disintesa  senyawa  yang  dapat  berinteraksi dengan asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur
3D suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk senyawa yanakan  berinteraksi  dengan  active  site  tersebut.  Dengan  demikian,  kita  cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat terhadap suatu penyakit  akan  jauh  lebih  cepat  ditemukan.  Cara  ini  dinamakan  docking dan  telah banyak digunakan oleh perusahaan farmasi untuk penemuan obat baru.
Meskipun   dengan   Bioinformatika   ini   dapat   diperkirakan   senyawa   yang berinteraksi dan menekan fungsi suatu enzim, namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu melalui eksperimen di laboratorium. Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses ini  bisa  dilakukan  lebih  cepat  sehingga  lebih  efisien  baik  dari  segi  waktu  maupun finansial.

Tahun  1997,  Ian  Wilmut  dari  Roslin  Institute  dan  PPL  Therapeutics  Ltd, Edinburgh,  Skotlandia,  berhasil  mengklon  gen manusia yang menghasilkan  faktor IX (faktor pembekuan darah), dan memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri yang selnya mengandung gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang mengandung  faktor  pembekuan  darah.  Jika berhasil  diproduksi  dalam jumlah banyak maka faktor IX yang diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk membantu para penderita hemofilia.








REFERENSI



[UTAMA2003] Utama, Andi (2003), Peranan Bioinformatika dalam Dunia Kedokteran, http://ikc.vlsm.org/populer/andi-bioinformatika.php per 1 Januari 2004.

[WITARTO2003] Witarto, Arief B. (2003), BIOINFORMATIKA: Mengawinkan

Teknologi Informasi dengan Bioteknologi. Trendnya di Dunia dan Prospeknya di

Indonesia (2003) Modul Pelatihan Bioteknologi, Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Konsorsium Bioteknologi Indonesia, Wageningen University and Research Center, dan Stoas-Belanda.

[BIOINFORMATICS2004] BioInformatics.org: The Open-Access Institute, http://bioinformatics.org per 20 Januari 2004

[KOMPAS2004] Kompas Cyber Media, http://www.kompas.com per 15 Januari 2004

[BIOTEK2004] Situs Biotek-Indonesia,  http://www.biotek-indonesia.net per 20 Januari
2004

[TEKAIA2004] Situs Institut Pasteur,  http://www.pasteur.fr/externe per 20 Januari 2004

[ZAKARIA2004] Medical Informatics FAQ,  http://www.faqs.org/faqs/medical-

informatics-faq/ per 20 Januari 2004

[KASMAN2004] Situs Alex Kasman di College of Charlestonhttp://math.cofc.edu/faculty/kasman/ per 20 Januari 2004

[DUNN2004] Majalah Proteonomics, http://www.wiley.co.uk/wileychi/genomics/proteomics.html  per 20 Januari 2004


Leave a Reply